Minggu, 17 Mei 2009

Masjid Sunan Ampel

Masjid Ampel didirikan pada tahun 1421 oleh Raden Mohammad Ali Rahmatullah alias Sunan Ampel dengan dibantu kedua sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, dan para santrinya. Di atas sebidang tanah di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel, red.) Kecamatan Semampir –sekitar 2 kilometer ke arah Timur Jembatan Merah-- Sunan Ampel selain mendirikan Masjid Ampel, juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Cuma sayangnya, ihwal kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini, tidak ada catatan tertulis yang menyebutkannya.
Kemudian, siapa yang meneruskan mengelola keberadaan Masjid Ampel ini sampai sekarang? Secara formal, Masjid Ampel ini ditangani nadzir yang baru dibentuk sekitar awal tahun 1970-an. Yang pertamakali bertindak sebagai nadzir Masjid Ampel ini adalah, almarhum KH Muhammad bin Yusuf dan diteruskan oleh KH Nawawi Muhammad hingga tahun 1998. Nah, sepeninggal KH Nawawi Muhammad (1998) hingga sekarang ini nadzir Masjid Ampel belum resmi dibentuk. Yang ada sekarang adalah pelanjut nadzir yang dijabat oleh KH Ubaidilah. Adapun Ketua Takmir Masjid Ampel adalah, H. Mohammad Azmi Nawawi. 

Perawatan Masjid
Seperti lazimnya masjid-masjid besar, Masjid Ampel selalu dijaga dan dirawat kebersihannya. Apalagi, keberadaan Masjid Ampel ini terbilang merupakan peninggalan sejarah. Bukti-bukti peninggalan bersejarah Masjid Ampel yang sekarang masih tampak terawat adalah, terdapat pada 16 tiang utama masjid yang terbuat dari kayu jati. Ke-16 tiang tersebut, masing-masing panjangnya 17 meter dengan diameter 60 centimeter.
Pembangunan pertamakali masjid yang terletak di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) ini seluas 120 x 180 meter persegi. Berikutnya, dilakukan beberapakali renovasi hingga adanya sekarang ini. Namun, meski renovasi terus dilakukan, keaslian bangunan masjid yang ditandai dengan ke-16 tiang utamanya itu tetap dipelihara dan dirawat, agar jangan sampai turut direnovasi. Sebab, untuk ukuran teknolgi dizaman awal abad 15 itu, bahwa pengangkatan ke-16 tiang utama masjid dengan panjang 17 meter dan berdiameter 60 centimeter tersebut, kini masih dalam tahap penelitian.
Kini, sehari-hari Masjid Ampel hampir tak pernah sepi pengunjung dari dalam dan luar kota, bahkan luar propinsi dan luar pulau. Kegiatan yang ada, selain shalat jama’ah 5 waktu secara rutin dan pengajian, juga diramaikan dengan kegiatan belajar mendalami bahasa arab di Lembaga Bahasa Arab program non-gelar yang berlokasi di gedung samping timur masjid. 
Yang menarik lagi dari Masjid Ampel adalah, suasana kehidupan para pedagang di sekitarnya yang nyaris seperti dalam suasan di Makkah. Disamping kanan-kiri serta muka-belakang Masjid Ampel banyak para pedagang yang berjualan makanan ala arab. Mulai dari beragam buah kormanya, nasi kebuli sampai kue roti maryam. 
Ingin melihat suasana kehidupan kampung arab di tanah air, silahkan datang ke Masjid Ampel.

Moumen Bmabu Runcing


Monumen Bambu Runcing

Salah satu monumen bersejarah di surabaya adalah bambu runcing. Monumen yang terletak pada pusat kota yang tepatnya berdiri pada jalan Panglima Sudirman ini dibuat untuk mengenang jasa dari arek-arek surabaya yang dengan gagah berani melawan penjajah dengan senjata seadanya yaitu hanya dengan sebilah bambu yang diruncingkan. Monumen tersebut juga digunakan sebagai tetengger bahwa surabaya merupakan kota pahlawan, di mana para pemudanya berhasil memukul mundur penjajah dengan hanya sebilah bambu yang diruncingkan dan bermodalkan semangat berjuang hingga darah penghabisan. Untuk menghormati jasa para pemuda pahlawan tersebut maka Presiden Soekarno meresmikan tanggal 10 november sebagai hari pahlawan dan ditandai dengan dibangunnya monumen bambu runcing dan monumen tugu pahlawan.      

Balai Pemuda


BALAI PEMUDA



Balai Pemuda di kota Surabaya adalah salah satu gedung bersejarah (cagar budaya) yang dilindungi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Gedung ini merupakan bangunan peninggalan Belanda yang terletak strategis di jantung kota Surabaya, di Jalan Pemuda. Dahulu, tempat ini bernama DE SIMPANGSCHE SOCIETE IT yang dipakai klub oleh orang kulit putih untuk berdansa sedangkan bagi orang pribumi dilarang masuk.


Saat ini Balai Pemuda merupakan Pusat Pagelaran Kesenian Surabaya (PPKS) yang termasuk pusat pembinaan seniman/seniwati muda yang tergabung dalam Bengkel Muda Surabaya (BMS) dan Akademi Seni rupa Surabaya (AKSERA). Balai Pemuda sering digunakan untuk tempat pameran, pertunjukkan tari, pameran, audisi seni, pentas band/musik, dll.

Gedung Cak Durasim


GEDUNG CAK DURASIM



Gedung Cak Durasim berlokasi di Jalan Gentengkali 85 Surabaya ini sering digunakan untuk pementasan seni dan budaya Surabaya maupun Jawa Timur. Misalnya pagelaran opera, teater, paduan suara, pementasan seni tari, musik, dll. Di kempleks gedung Cak Durasim ini terdapat Sanggar Budaya Surabaya, yaitu tempat untuk latihan menari. Aktivitas kesenian di gedung ini tidak pernah berhenti, hampir setiap hari dimulai dari pagi dan baru berakhir ketika malam beranjak pagi.


Kompleks Gedung Cak Durasim diresmikan sebagai Taman Budaya Jawa Timur oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, pada tanggal 20 Mei 1978. Nama "Cak Durasim" diambil dari nama Cak Gondo Durasim. Beliau adalah seorang tokoh kesenian Surabaya yang terkenal karena kesenian ludruknya. Konon, pada 1943, Cak Durasim meninggal di ujung senapan tentara Jepang seusai pementasan ludruk di Peterongan, Jombang. Penyebabnya adalah salah satu kidungan ciptaannya "Pegupon omahe doro, Melok Nipon tambah sengsara" (Pegupon rumah burung dara, ikut Nipon tambah menderita), tetap dinyanyikan saat pentas di Jombang itu. Padahal, kidungan itu dilarang karena berisi penghinaan terhadap Jepang. Apalagi, saat itu ludruk dikenal sebagai wadah pemberontakan kaum petani, khususnya di Surabaya. Penamaan "Cak Durasim" ini hanyalah upaya untuk tetap menghidupkan ludruk sebagai icon berkesenian di Surabaya.